Kamis, 22 Oktober 2015

Naskah Buletin Yang diterbitkan Di Mesjid Agung Kota Cirebon



KETIKA KEGELAPAN, MENYELIMUTI HIDUP KITA
Oleh: Eman Sulaeman [1]
Pendahuluan
Apa yang kita lakukan ketika kita sedang diselimuti kegelapan karena himpitan masalah kehidupan? Apakah kita terus duduk termenung meratapi masalah dan kepahitan hidup, atau kita cepat berpikir dan berusaha mencari jalan keluar dari himpitan masalah itu?.
Pada umumnya, manusia tidak mau dihimpit masalah kehidupan apalagi sampai berada dalam suasana kegelapan yang mencekam. Sebab, himpitan “masalah” membuat kehidupan menjadi sesak dan susah, bahkan lebih terasa pahit dan menyakitkan. Oleh karena itu tidak heran jika setiap orang menempuh berbagai cara untuk membebaskan atau menjauhkan dirinya dari himpitan masalah kehidupannya.
Cara seseorang untuk membebaskan atau menjauhkan dirinya dari himpitan masalah, merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Sebab apa yang akan dia peroleh dari masalah tersebut, berupa kebaikan atau keburukan sangat ditentukan oleh cara menghadapi masalah itu sendiri.
Kemampuan seseorang dalam membebaskan dirinya dari himpitan masalah dengan cara yang tepat akan mendapatkan “hadiah” yang positif dari permasalahannya. Demikian juga sebaliknya, ketidak mampuan dalam memecahkan masalah dengan cara yang baik, hanya akan mewariskan keburukan dan masalah baru bagi kehidupannya.
Alquran, merupakan hudan, yaitu sebagai petunjuk untuk manusia dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya. Alquran hadir, membawa misi pembebasan manusia (liberasi) dari kesengsaraan dan kegelapan hidup, serta mengantarkan kehidupan menuju kebahagiaan dan kemudahan. Oleh karena itu, tidak heran jika alquran di dalamnya sangat sarat dengan nilai-nilai moral termasuk dalam menghadapi permasalahan hidup.

Hakikat Masalah
Masalah,  merupakan suatu istilah yang menggambarkan ketidaktercapaian keinginan/ harapan hidup. Siapapun, akan selalu menganggap sesuatu itu sebagai “masalah”,  ketika sesuatu itu belum tercapai  dalam kehidupannya. Seorang Da’i, akan merasa memiliki masalah, ketika harapan dakwahnya belum tercapai misalnya masih banyaknya ummat yang membangkan dan tidak mengikuti seruannya.
Dengan demikian, “masalah” pada hakikatnya adalah konsekwensi dari tuntutan kehidupan. Selama manusia memiliki keinginan dan tuntutan hidup,  maka selama itu pula masalah akan muncul. Masalah tidak dapat dihukumi sesuatu yang bernilai “buruk”, akan tetapi bisa juga bernilai “baik”. Baik buruknya masalah, sangat bergantung kepada bagaimana kita menghadapi/ menyikapi masalah tersebut.
Masalah bisa menjadi anak tangga kesuksesan seseorang, ketika ia mampu memposisikannya dengan tepat. Sebab haikat kesuksesan adalah kemampuan memecahkan masalah hidupnya. Demikian juga masalah bisa menjadi bom penghancur kehidupan, ketika maslaah itu diposisikan secara tidak baik. Ada orang yang terus menggapai kesuksesan, ketika dihadapkan dengan permasalahan hidup yang bertubi-tubi, demikian juga ada orang yang mengalami keterpurukan hidup ketika dihadapkan dengan masalah yang kadang tidak seberapa.

Membebaskan diri dari himpitan masalah
Allah memberikan pelajaran yang berharga kepada kita, bagaimana membebaskan diri dari himpitan hidup yang kadang membuat diri kta jadi gelap. Allah berfirman (Q.S.Al-Anbiya ayat 87-88):
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam Keadaan yang sangat gelap gulita: “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim." (87). Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. dan Demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.(88).

“Dzu Nun” merupakan panggilan yang ditujukan kepada nabi yang mulia yaitu Yunus bin Mata/ Yunan. Beliau adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada orang Assyiria di Ninawa-Iraq. Kaum Ninawa merupakan suatu kaum yang keras kepala, penyembah berhala, dan suka melakukan kejahatan. Hingga dalam sejarah panjang dakwahnya, ia tidak mendapatkan ummatnya yang beriman kecuali 2 orang yang bersedia, yaitu Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana, sedang Tanuh adalah seorang yang tenang dan sederhana.
Manusiawi, ketika harapan dakwahnya tidak lagi tercapai, Beliau merasakan ada masalah hidup yang begitu berat. Hingga suatu hari muncullah keputusasaan beliau dalam berdakwah serta tersimpan rasa kebencian yang tinggi kepada umat-umatnya. Kemudian Beliau pergi meninggalkan tugas dakwah dan ummatnya, dalam kondisi marah kepada ummatnya. Beliau beranggapan bahwa cara seperti itu adalah sesuatu yang dianggap wajar dan tidak akan menyebabkan datang hukuman Allah. Namun Allah berkehendak lain, bahwa sikap yang diambil oleh nabi Yunus tersebut justru menyebabkan turunnya hukuman Allah yakni berupa kegelapan yang  mencekam serta dihimpit berbagai permasalahan yang begitu berat dalam perut ikan di dasar lautan.
Akan tetapi, kehadiran masalah dan kegelapan,  telah menyadarkan spiritualnya kepada Allah. Sehingga nabi  Yunus pun mulai menangis dan bertasbih kepada Allah. Beliau mulai melakukan perjalanan menuju Allah saat beliau terpenjara di dalam kegelapan. Hatinya mulai bergerak untuk bertasbih kepada Allah, dan lisannya pun mulai mengikutinya. Ia memanggil tuhannya dan berdoa:
Hw tm»s9Î) HwÎ) |MRr& šoY»ysö6ß ÎoTÎ) àMZà2 z`ÏB šúüÏJÎ=»©à9$#
“Tidak ada tuhan kecuali Engkan (ya Allah), maha suci Engkau dan sungguh aku telah menjadi orang-orang yang dzolim”
Ketika hatinya menjerit dengan kata taubat dan do’a, maka Allah pun menerima dan menggabulkan permohonannya, serta menyelamatkan beliau dari kegelapan itu.
Iniah do’a nabi Yunus yang mampu membebaskan dirinya dari himpitan masalah, serta mengeluarkan dirinya dari kegelapan yang mencekam. Demikian juga kemukjizatan do’a ini berlaku untuk orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad Saw Bersaba: “Siapa saja yang berdoa dengan doa ini, atau minta didoakan dengan do’a ini maka Allah pasti akan mengabulkannya serta diberikan jalan keluar dari segala kesulitannya. Saad Bin Abi Waqos bertanya kepada Rasul:”Ya rasul apakah ini hanya berlalu untuk nabi Yunus? Nabi Muhammad Saw menjawab:”Ya do’a ini memang secara khusus untuk nabi Yunus, namun berlaku juga untuk orang-orang yang beriman”.
Di hadits lain Nabi Muhammad Saw bersabda:
كَلمَةُ أَخِي ذَانُوْن مَا قَالَهَا مَكْرُوْبٍ إِلاَّ فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ
“Ungkapan Saudara Dzu Nun (nabi Yunus) ini,  saiapa saja yang membaca kalimat ini (do'a ) saat ia ditimpa kesempitan/ kesulitan, maka ia akan dibebeaskan keluar dari maslaahnya”.
Inilah tuntunan alquran untuk membebaskan dari kita dari himpitan masalah dan kegelapan hidup. Bila kita ingin terbebaskan dari kesulitan dan kegelapan bacalah dan amalkan do’a nabi yunus ini. Selalin itu, do’a ini pun mengajarkan pesan-pesan moral yang sangat tinggi dalam menyikapi maslah hidup supaya masalah itu tidak mendatangkan keburukan bagi kehidupan kita.
Setidaknya ada tiga  pesan moral dari doa nabi yunus ini dalam menyikapi pemaslahan hidup:
 Pertama, ungkapan “Tidak ada Tuhan selain Engkau” mengandung pesan moral tauhid, yaitu komitmen diri untuk selalu mengesakan Allah dalam kondisi apapun. Terkadang, ketidaksabaran manusia menghadpi masalah hidunya, telah menjauhkan dirinya dari Allah dan terjebak dalam kemusyrikan. Misalnya, tidak sedikit orang yang mencari jalan keluar dari masalah hidupnya mereka datang kepada dukun-dukun serta berani menjalankan ritual-ritual syetan. Cara seperti ini, tidak akan mampu membebaskan diri dari jeratan masalah, tapi justru akan menambah masalah lain. Ungkapan tauhid di atas, mengajarkan nilai moral ketika menghadapi kesulitan hidup dengan cara komitmen diri kepada Allah sekaligus penyerahan diri kepada-Nya. Teori “mengumpan bola” merupakan cara yang tepat ketika kita ingin membebaskan dari tekanan masalah hidup, yaitu dengan meminta sekaligus menyerahkan penyelesaiannya kepada Allah Swt. Mengapa demikian? Sebab Allah adalah “Rabb” yang menjaga, memelihara, mengurusi, melindungi hamba-hambanya dari setiap masalah yang dihadapinya.
Kedua, ungkapan “Maha suci Engkau”, mengandung pesan moral tanjih, yaitu pensucian dzat Allah dari dengan cara bertasbih. Istilah “tasbih” secara bahasa adalah mensucikan Allah dengan cara menjauhkan sifat-sifat buruk yang dinisbahkan kepada-Nya. Subtansi tasbih adalah bukan sekedar mengucapkan “subhanallah”,  melainkan membangun persepsi positif kepada Allah, dengan cara membuang semua perasaan atau dugaan buruk yang mengotori kesucian -Nya, terutama ketika ditimpa ujian dan permasalahan hidup. Bangunlah prasangka baik bahwa masalah itu, sekalipun terasa pahit dan menyakitkan jika itu adalah ujian dari Allah semuanya bernilai baik untuk kita. Coba Kita renungkanfirman Allah:
مَآ أَصَابَكُمْ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ، وَمَآ أَصَابَكُمْ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apapun yang menimpa atas kalian berupa kebaikan(itu) berasal dari Allah. Dan apapun yang menimpa kepada kalian berupa keburukan hal itu bersumber dari diri kalian”.
Cara kita membebaskan dari himpitan masalah adalah dengan membangun pikiran positif kepada Allah serta membuang prasangka buruk yang dapat mengotori kesucian-Nya. Allah Swt. Telah membuktikan dalam Q. S. Ash-Shofat: 143-144:
فَلَوْلَاآ أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِيْنَ (143) لَلَبِثَ فِيْ بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ (144).
…Maka kalau sekiranya ia (nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit…
Ketiga, ungkapan “sesungguhnya aku ini benar-benar termasuk orang yang dzolim” mengandung pesan moral ‘I,tirof, yaitu pengakuan diri atas kesalahan dan kedzoliman yang telah menyebabkan datangnya kegelapan. Menyadari kelalaian dan kesalahan diri sendiri sebagai sumber permaslahan hidup merupakan cara kita membebaskan diri dari jeratan masalah. Sebab orang yang selalu menyadari dirinya, akan selalu berhati-hati sekaligus memperbaiki kualitas hidupnya dan ia tidak akan lagi terjebak dalam kelalaian dan kedzoliman yang serupa. Demikian sebaliknya orang yang selalu menuduh orang lain, sebagai sumber kesulitan hidup kita akan selalu mencari kambing hitam yang disalahkan dan menuntut orang lain untuk memperbaiki sikapnya, sementara ia lupa akan dirinya.
Ketika kita ditimpa kesulitan, tidak perlu menuduh orang lain, tapi sadarilah bahwa itu karena diri kita sendiri. Maka dengan cara itulah Allah akan menyelamatkan diri kita dari kesulitan dan jeratan masalah hidup. ***


[1] Penulis adalah Dosen LB UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Bunga Bangsa Cirebon. Selain itu, ia juga pengasuh lembaga Bismi Fattaqun Bandung (Lembga Bismi PPIQ) Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar