KETIKA
KEGELAPAN, MENYELIMUTI HIDUP KITA
Oleh: Eman
Sulaeman [1]
Pendahuluan
Apa
yang kita lakukan ketika kita sedang diselimuti kegelapan karena himpitan masalah
kehidupan? Apakah kita terus duduk termenung meratapi masalah dan kepahitan
hidup, atau kita cepat berpikir dan berusaha mencari jalan keluar dari himpitan
masalah itu?.
Pada
umumnya, manusia tidak mau dihimpit masalah kehidupan apalagi sampai berada
dalam suasana kegelapan yang mencekam. Sebab, himpitan “masalah” membuat
kehidupan menjadi sesak dan susah, bahkan lebih terasa pahit dan menyakitkan.
Oleh karena itu tidak heran jika setiap orang menempuh berbagai cara untuk
membebaskan atau menjauhkan dirinya dari himpitan masalah kehidupannya.
Cara
seseorang untuk membebaskan atau menjauhkan dirinya dari himpitan masalah,
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Sebab apa yang akan dia
peroleh dari masalah tersebut, berupa kebaikan atau keburukan sangat ditentukan
oleh cara menghadapi masalah itu sendiri.
Kemampuan
seseorang dalam membebaskan dirinya dari himpitan masalah dengan cara yang
tepat akan mendapatkan “hadiah” yang positif dari permasalahannya. Demikian
juga sebaliknya, ketidak mampuan dalam memecahkan masalah dengan cara yang
baik, hanya akan mewariskan keburukan dan masalah baru bagi kehidupannya.
Alquran,
merupakan hudan, yaitu sebagai petunjuk untuk manusia dalam menghadapi
segala permasalahan hidupnya. Alquran hadir, membawa misi pembebasan manusia (liberasi)
dari kesengsaraan dan kegelapan hidup, serta mengantarkan kehidupan menuju
kebahagiaan dan kemudahan. Oleh karena itu, tidak heran jika alquran di dalamnya
sangat sarat dengan nilai-nilai moral termasuk dalam menghadapi permasalahan
hidup.
Hakikat Masalah
Masalah,
merupakan suatu istilah yang
menggambarkan ketidaktercapaian keinginan/ harapan hidup. Siapapun, akan selalu
menganggap sesuatu itu sebagai “masalah”,
ketika sesuatu itu belum tercapai dalam kehidupannya. Seorang Da’i, akan merasa memiliki
masalah, ketika harapan dakwahnya belum tercapai misalnya masih banyaknya ummat
yang membangkan dan tidak mengikuti seruannya.
Dengan
demikian, “masalah” pada hakikatnya adalah konsekwensi dari tuntutan kehidupan.
Selama manusia memiliki keinginan dan tuntutan hidup, maka selama itu pula masalah akan muncul.
Masalah tidak dapat dihukumi sesuatu yang bernilai “buruk”, akan tetapi bisa
juga bernilai “baik”. Baik buruknya masalah, sangat bergantung kepada bagaimana
kita menghadapi/ menyikapi masalah tersebut.
Masalah
bisa menjadi anak tangga kesuksesan seseorang, ketika ia mampu memposisikannya
dengan tepat. Sebab haikat kesuksesan adalah kemampuan memecahkan masalah
hidupnya. Demikian juga masalah bisa menjadi bom penghancur kehidupan, ketika
maslaah itu diposisikan secara tidak baik. Ada orang yang terus menggapai
kesuksesan, ketika dihadapkan dengan permasalahan hidup yang bertubi-tubi,
demikian juga ada orang yang mengalami keterpurukan hidup ketika dihadapkan
dengan masalah yang kadang tidak seberapa.
Membebaskan diri dari himpitan masalah
Allah
memberikan pelajaran yang berharga kepada kita, bagaimana membebaskan diri dari
himpitan hidup yang kadang membuat diri kta jadi gelap. Allah berfirman
(Q.S.Al-Anbiya ayat 87-88):
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)
“Dan
(ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia
menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia
menyeru dalam Keadaan yang sangat gelap gulita: “Tidak ada Tuhan selain Engkau,
Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang
zalim." (87). Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya
dari pada kedukaan. dan Demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.(88).
“Dzu Nun” merupakan panggilan yang ditujukan
kepada nabi yang mulia yaitu Yunus bin Mata/ Yunan. Beliau adalah seorang Nabi
yang diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada orang Assyiria di
Ninawa-Iraq. Kaum Ninawa merupakan suatu kaum yang keras kepala, penyembah
berhala, dan suka melakukan kejahatan. Hingga dalam sejarah panjang dakwahnya,
ia tidak mendapatkan ummatnya yang beriman kecuali 2 orang yang bersedia, yaitu
Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana, sedang Tanuh adalah
seorang yang tenang dan sederhana.
Manusiawi, ketika harapan dakwahnya tidak lagi
tercapai, Beliau merasakan ada masalah hidup yang begitu berat. Hingga suatu
hari muncullah keputusasaan beliau dalam berdakwah serta tersimpan rasa kebencian
yang tinggi kepada umat-umatnya. Kemudian Beliau pergi meninggalkan tugas
dakwah dan ummatnya, dalam kondisi marah kepada ummatnya. Beliau beranggapan
bahwa cara seperti itu adalah sesuatu yang dianggap wajar dan tidak akan
menyebabkan datang hukuman Allah. Namun Allah berkehendak lain, bahwa sikap
yang diambil oleh nabi Yunus tersebut justru menyebabkan turunnya hukuman Allah
yakni berupa kegelapan yang mencekam
serta dihimpit berbagai permasalahan yang begitu berat dalam perut ikan di
dasar lautan.
Akan tetapi, kehadiran masalah dan kegelapan, telah menyadarkan spiritualnya kepada Allah.
Sehingga nabi Yunus pun mulai menangis
dan bertasbih kepada Allah. Beliau mulai melakukan perjalanan menuju Allah saat
beliau terpenjara di dalam kegelapan. Hatinya mulai bergerak untuk bertasbih
kepada Allah, dan lisannya pun mulai mengikutinya. Ia memanggil tuhannya dan
berdoa:
Hw tm»s9Î) HwÎ) |MRr& oY»ysö6ß ÎoTÎ) àMZà2 z`ÏB úüÏJÎ=»©à9$#
“Tidak ada tuhan kecuali Engkan (ya Allah),
maha suci Engkau dan sungguh aku telah menjadi orang-orang yang dzolim”
Ketika hatinya menjerit dengan kata taubat dan do’a,
maka Allah pun menerima dan menggabulkan permohonannya, serta menyelamatkan
beliau dari kegelapan itu.
Iniah do’a nabi Yunus yang mampu membebaskan
dirinya dari himpitan masalah, serta mengeluarkan dirinya dari kegelapan yang mencekam.
Demikian juga kemukjizatan do’a ini berlaku untuk orang-orang yang beriman. Nabi
Muhammad Saw Bersaba: “Siapa saja yang berdoa dengan doa ini, atau minta didoakan
dengan do’a ini maka Allah pasti akan mengabulkannya serta diberikan jalan
keluar dari segala kesulitannya. Saad Bin Abi Waqos bertanya kepada Rasul:”Ya
rasul apakah ini hanya berlalu untuk nabi Yunus? Nabi Muhammad Saw
menjawab:”Ya do’a ini memang secara khusus untuk nabi Yunus, namun berlaku
juga untuk orang-orang yang beriman”.
Di hadits lain Nabi Muhammad Saw bersabda:
كَلمَةُ
أَخِي ذَانُوْن مَا قَالَهَا مَكْرُوْبٍ إِلاَّ فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ
“Ungkapan Saudara Dzu Nun (nabi Yunus) ini, saiapa saja
yang membaca kalimat ini (do'a ) saat ia ditimpa kesempitan/ kesulitan, maka ia
akan dibebeaskan keluar dari maslaahnya”.
Inilah tuntunan alquran untuk membebaskan dari
kita dari himpitan masalah dan kegelapan hidup. Bila kita ingin terbebaskan
dari kesulitan dan kegelapan bacalah dan amalkan do’a nabi yunus ini. Selalin
itu, do’a ini pun mengajarkan pesan-pesan moral yang sangat tinggi dalam menyikapi
maslah hidup supaya masalah itu tidak mendatangkan keburukan bagi kehidupan
kita.
Setidaknya ada tiga pesan moral dari doa nabi yunus ini dalam
menyikapi pemaslahan hidup:
Pertama,
ungkapan “Tidak ada Tuhan selain Engkau” mengandung pesan moral tauhid,
yaitu komitmen diri untuk selalu mengesakan Allah dalam kondisi apapun.
Terkadang, ketidaksabaran manusia menghadpi masalah hidunya, telah menjauhkan
dirinya dari Allah dan terjebak dalam kemusyrikan. Misalnya, tidak sedikit
orang yang mencari jalan keluar dari masalah hidupnya mereka datang kepada
dukun-dukun serta berani menjalankan ritual-ritual syetan. Cara seperti ini, tidak
akan mampu membebaskan diri dari jeratan masalah, tapi justru akan menambah masalah
lain. Ungkapan tauhid di atas, mengajarkan nilai moral ketika menghadapi
kesulitan hidup dengan cara komitmen diri kepada Allah sekaligus penyerahan
diri kepada-Nya. Teori “mengumpan bola” merupakan cara yang tepat ketika kita ingin
membebaskan dari tekanan masalah hidup, yaitu dengan meminta sekaligus menyerahkan
penyelesaiannya kepada Allah Swt. Mengapa demikian? Sebab Allah adalah “Rabb” yang
menjaga, memelihara, mengurusi, melindungi hamba-hambanya dari setiap masalah
yang dihadapinya.
Kedua,
ungkapan “Maha suci Engkau”, mengandung pesan moral tanjih,
yaitu pensucian dzat Allah dari dengan cara bertasbih. Istilah “tasbih” secara
bahasa adalah mensucikan Allah dengan cara menjauhkan sifat-sifat buruk yang
dinisbahkan kepada-Nya. Subtansi tasbih adalah bukan sekedar mengucapkan
“subhanallah”, melainkan membangun
persepsi positif kepada Allah, dengan cara membuang semua perasaan atau dugaan
buruk yang mengotori kesucian -Nya, terutama ketika ditimpa ujian dan
permasalahan hidup. Bangunlah prasangka baik bahwa masalah itu, sekalipun
terasa pahit dan menyakitkan jika itu adalah ujian dari Allah semuanya bernilai
baik untuk kita. Coba Kita renungkanfirman Allah:
مَآ أَصَابَكُمْ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ
اللهِ، وَمَآ أَصَابَكُمْ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apapun yang menimpa atas
kalian berupa kebaikan(itu) berasal dari Allah. Dan apapun yang menimpa kepada
kalian berupa keburukan hal itu bersumber dari diri kalian”.
Cara
kita membebaskan dari himpitan masalah adalah dengan membangun pikiran positif
kepada Allah serta membuang prasangka buruk yang dapat mengotori kesucian-Nya. Allah
Swt. Telah membuktikan dalam Q. S. Ash-Shofat: 143-144:
فَلَوْلَاآ أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِيْنَ
(143) لَلَبِثَ فِيْ بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ (144).
…Maka
kalau sekiranya ia (nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak
mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari
berbangkit…
Ketiga,
ungkapan “sesungguhnya aku ini benar-benar termasuk orang yang
dzolim” mengandung pesan moral ‘I,tirof, yaitu pengakuan diri atas
kesalahan dan kedzoliman yang telah menyebabkan datangnya kegelapan. Menyadari
kelalaian dan kesalahan diri sendiri sebagai sumber permaslahan hidup merupakan
cara kita membebaskan diri dari jeratan masalah. Sebab orang yang selalu
menyadari dirinya, akan selalu berhati-hati sekaligus memperbaiki kualitas
hidupnya dan ia tidak akan lagi terjebak dalam kelalaian dan kedzoliman yang serupa.
Demikian sebaliknya orang yang selalu menuduh orang lain, sebagai sumber
kesulitan hidup kita akan selalu mencari kambing hitam yang disalahkan dan
menuntut orang lain untuk memperbaiki sikapnya, sementara ia lupa akan dirinya.
Ketika
kita ditimpa kesulitan, tidak perlu menuduh orang lain, tapi sadarilah bahwa
itu karena diri kita sendiri. Maka dengan cara itulah Allah akan menyelamatkan
diri kita dari kesulitan dan jeratan masalah hidup. ***
[1] Penulis adalah
Dosen LB UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Bunga Bangsa Cirebon.
Selain itu, ia juga pengasuh lembaga Bismi Fattaqun Bandung (Lembga Bismi PPIQ)
Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar